Senin, 20 September 2010

Galaksi Andromeda

Galaksi Andromeda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Galaksi Andromeda
Galaksi Andromeda dengan nama lain Messier 31, M31, atau NGC 224 adalah salah satu galaksi di luar galaksi Bima Sakti yang dapat dilihat dengan mata telanjang, asalkan dilihat pada malam yang cerah, tanpa bulan dan tanpa polusi cahaya. Strukturnya mirip dengan galaksi Bima Sakti yaitu berbentuk spiral. Jaraknya sekitar 2,5 juta tahun cahaya. Letaknya di langit adalah di belahan langit utara, sekitar 41 derajat di sebelah utara khatulistiwa langit, baik diamati sekitar bulan September, Oktober, November. Dengan mata telanjang, galaksi ini nampak seperti kabut tipis kecil di langit utara, tapi jika diamati dengan teropong yang dapat menampakkan bintang bintang redup di tepian galaksi Andromeda, ternyata ukuran Andromeda bisa lebih dari 7 kali diamter sudut bulan. Galaksi ini berisi sekitar 1 triliun bintang, dan bergerak mendekati Bima Sakti dengan kecepatan sekitar 300 km/detik.

Galaksi Bima Sakti

Bima Sakti

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Pusat galaksi di arah rasi Sagitarius. Bintang-bintang utama dalam rasi Sagitarius ditandai dengan titik merah. Tampak bahwa terdapat penampakan seperti bayangan hitam di tengah yang dikelilingi oleh semacam "aura" cemerlang. Bayangan hitam itulah yang menjadi asal usul nama "Bima Sakti".
Bima Sakti (dalam bahasa Inggris Milky Way, yang berasal dari bahasa Latin Via Lactea, diambil lagi dari bahasa Yunani Γαλαξίας Galaxias yang berarti "susu") adalah galaksi spiral yang besar termasuk dalam tipe Hubble SBbc dengan total masa sekitar 1012 massa matahari, yang memiliki 200-400 milyar bintang dengan diameter 100.000 tahun cahaya dan ketebalan 1000 tahun cahaya.[1] Jarak antara matahari dan pusat galaksi diperkirakan 27.700 tahun cahaya. Di dalam galaksi bima sakti terdapat sistem Tata Surya, yang didalamnya terdapat planet Bumi tempat kita tinggal. Diduga di pusat galaksi bersemayam lubang hitam supermasif (black hole). Sagitarius A dianggap sebagai lokasi lubang hitam supermasif ini. Tata surya kita memerlukan waktu 225–250 juta tahun untuk menyelesaikan satu orbit, jadi telah 20–25 kali mengitari pusat galaksi dari sejak saat terbentuknya. Kecepatan orbit tata surya adalah 217 km/d.
Di dalam bahasa Indonesia, istilah "Bima Sakti" berasal dari tokoh berkulit hitam dalam pewayangan, yaitu Bima. Istilah ini muncul karena orang Jawa kuno melihatnya sebagai bayangan hitam yang dikelilingi semacam "aura" cemerlang. Sementara itu, masyarakat Barat menyebutnya "milky way" sebab mereka melihatnya sebagai pita kabut bercahaya putih yang membentang pada bola langit. Pita kabut atau "aura" cemerlang ini sebenarnya adalah kumpulan jutaan bintang dan juga sevolume besar debu dan gas yang terletak di piringan/bidang galaksi. Pita ini tampak paling terang di sekitar rasi Sagitarius, dan lokasi tersebut memang diyakini sebagai pusat galaksi.

GaLaksi

Galaksi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Galaksi NGC 4414, spiral galaksi pada rasi bintang Coma Berenices, berdiameter sekitar 17.000 parsec dan berjarak 20 juta parsec.
Galaksi adalah sebuah sistem yang terikat oleh gaya gravitasi yang terdiri atas bintang (dengan segala bentuk manifestasinya, antara lain bintang neutron dan lubang hitam), gas dan debu kosmik medium antarbintang, dan kemungkinan substansi hipotetis yang dikenal dengan materi gelap.[1][2] Kata galaksi berasal dari bahasa Yunani galaxias [γαλαξίας], yang berarti "susu," yang merujuk pada galaksi Bima Sakti (bahasa Inggris: Milky Way). Tipe-tipe galaksi berkisar dari galaksi kerdil dengan sepuluh juta[3] (107) bintang hingga galaksi raksasa dengan satu triliun [4] (1012) bintang, semuanya mengorbit pada pusat galaksi. Matahari adalah salah satu bintang di galaksi Bima Sakti; tata surya termasuk bumi dan semua benda yang mengorbit matahari.
Kemungkinan terdapat lebih dari 100 milyar (1011) galaksi pada alam semesta teramati.[5] Sebagian besar galaksi berdiameter 1000 hingga 100.000 [4] parsec dan biasanya dipisahkan oleh jarak yang dihitung dalam jutaan parsec (atau megaparsec).[6] Ruang antar galaksi terisi dengan gas yang memiliki kerapatan massa kurang dari satu atom per meter kubik. Sebagian besar galaksi diorganisasikan ke dalam sebuah himpunan yang disebut klaster, untuk kemudian membentuk himpunan yang lebih besar yang disebut superklaster. Struktur yang lebih besar ini dikelilingi oleh ruang hampa di dalam alam semesta.[7]
Meskipun belum dipahami secara menyeluruh, materi gelap terlihat menyusun sekitar 90% dari massa sebagian besar galaksi. Data observasi menunjukkan lubang hitam supermasif kemungkinan ada pada pusat dari banyak (kalau tidak semua) galaksi.

Sejarah Nama Planet

Sejarah nama-nama planet

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet (lihat tabel nama planet di bawah). Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis (berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon (Bersinar) untuk Saturnus. Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos (bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua objek yang berbeda.
Pada abad ke-4 SM, Aristoteles memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes menjadi nama untuk Merkurius, Ares untuk Mars, Zeus untuk Jupiter, Kronos untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.
Pada masa selanjutnya di mana kebudayaan Romawi menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai padanan dalam mitologi Romawi sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan nama yang kita kenal sekarang.
Hingga masa sekarang, tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah ayah dari |Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi Romawi.

Planet

Planet

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Planet-planet dalam Tata Surya:
1. Merkurius
2. Venus
3. Bumi
4. Mars
5. Jupiter
6. Saturnus
7. Uranus
8. Neptunus
Planet adalah benda langit yang memiliki ciri-ciri berikut:
Berdasarkan definisi di atas, maka dalam sistem Tata Surya terdapat delapan planet. Hingga 24 Agustus 2006, sebelum Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union = IAU) mengumumkan perubahan pada definisi "planet" sehingga seperti yang tersebut di atas, terdapat sembilan planet termasuk Pluto, bahkan benda langit yang belakangan juga ditemukan sempat dianggap sebagai planet baru, seperti: Ceres, Sedna, Orcus, Xena, Quaoar, UB 313. Pluto, Ceres dan UB 313 kini berubah statusnya menjadi "planet kerdil/katai."
Planet diambil dari kata dalam bahasa Yunani Asteres Planetai yang artinya Bintang Pengelana. Dinamakan demikian karena berbeda dengan bintang biasa, Planet dari waktu ke waktu terlihat berkelana (berpindah-pindah) dari rasi bintang yang satu ke rasi bintang yang lain. Perpindahan ini (pada masa sekarang) dapat dipahami karena planet beredar mengelilingi matahari. Namun pada zaman Yunani Kuno yang belum mengenal konsep heliosentris, planet dianggap sebagai representasi dewa di langit. Pada saat itu yang dimaksud dengan planet adalah tujuh benda langit: Matahari, Bulan, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus. Astronomi modern menghapus Matahari dan Bulan dari daftar karena tidak sesuai definisi yang berlaku sekarang. Sebelumnya, planet-planet anggota galaksi Bimasakti ada 9, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter/Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Namun, tanggal 26 Agustus 2006, para ilmuwan sepakat untuk mengeluarkan Pluto dari galaksi Bimasakti sehingga jumlah planet pada galaksi Bimasakti jumlahnya ada 8

Sejarah Luar Angkasa

Sejarah Hukum Luar Angkasa
Pada masa-masa sebelum duluncurkannya Sputnik I oleh Uni Sovyet, status hukum kegiatan-kegiatan manusia di ruang angkasa belum merupakan masalah-masalah yang diperhatikan manusia, karena dianggap suatu hal yang spekulatif. Belum ada kesadaran maupun perhitungan akan arti kegiatan-kegiatan tersebut bagi kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia di planet Bumi ini. Maka sejak 4 Oktober 1957 (tanggal diluncurkanya Sputnik I), umat manusia (baca : bangsa-bangsa di dunia) mulai menggagas dan berupaya untuk menemukan segala implikasi ideologi, politik, ekonomi, kebudayaan, hukum dan terutama segala sesuatu yang terkait dengan pengembangan kekuatan-kekuatan militer di ruang angkasa. Namun demikian upaya nyata pembahasan mengenai jalur hukum (internasional) baru dimulai pada 28 Desember 1961, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan suara bulat menyepakati prinsip, bahwa hukum Internasional dan juga Piagam PBB, diterapkan serta berlaku terhadap angkasa, bulan dan benda-benda langit lainnya dan bahwa ruang angkasa, Bulan serta benda –benda langit ini bebas untuk dieksplorasi dan digunakan oleh semua engara sesuai dengan Hukum Internasional, namun tidak dibenarkan untuk dijadikan sebagai objek pemilikan.
Peranan yang dimainkan oleh Majelis Umum PBB telah terbukti sangat besar dalam rangka menentukan arah kegiatan-kegiatan Negara-negara di ruang angkasa, melalui Resolusi Majelis Umum No. 1472 (XVI) 2 Desember 1959 dengan judul “International Cooperation in dealing with the peaceful uses of Outer Space” Majelis Umum PBB juga membentuk United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UN-COPUOS) pada tahun 1959, namun demikian panitia tersebut baru dapat bekerja setelah keanggotaannya ditambah dari 18 negara menjadi 28 negara dengan berlandaskan pada perwakilan wilayah geografis planet Bumi (Resolusi 1721 (XVI).
UN-COPUOS mulai mengadakan sidang pada tahun 1962 dan membentuk dua sub panitia, yakni sub-panitia Hukum dan bertugas menangani masalah-masalah hokum, termasuk memformulasikan prinsip yang akan dijadikan landasan kegiatan-kegiatan Negara melakukan studi pengunaan ruang (angkasa) tersebut dan Panitia lainnya ialah Sub-Panitia Teknis ilmiah dan bertugas menangani masalah-masalah teknis ilmiah eksplorasi ruang angkasa. Pada sidang I ini beberapa pertentangan langsung mengemuka, yaitu mengenai terminologi-terminologi yang hendak dibakukan seperti “peaceful uses”, “peaceful purposes”. Dalam diskusi-diskusi selanjutnya Panitia pada tahun 1963 berhasil membuahkan sebuah deklarasi Majelis Umum PBB berjudulkan “Declaration of Guiding Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space” (No. 1962, 31 Desember 1963. Deklarasi ini berhasil menempatkan diri sebagai tonggak atau “Magna Carta” Ruang Angkasa dimana di dalam isinya ditegaskan bahwa :
  1. Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa dapat dilakukan hanya untuk kesejahteraan dan kepentingan kemanusiaan;    
  2. Ruang Angkasa, Bulan dan Benda-benda langit lainnya bebas untuk dieksplorasi dan digunakan oleh semua Negara tanpa kecuali, berdasarkan persamaan derajat; tidak dapat dijadikan objek pemilikan nasional, dan
  3. Berada di bawah pengaturan Hukum Internasional dan Piagam PBB.        
Pada akhirnya segala Prinsip-prinsip terdahul tadi oleh Majelis umum PBB berhasil dituangkan di dalam sebuah deklarasi internasional, yakni Space Treaty 1967[1].